Senin, 11 November 2019

Kritik Arsitektur, Kritik Normatif Revitalisasi dan Renovasi Pasar Cisalak

PEMKOT PAGARI PASAR CISALAK,
RENOVASI TAK LIBATKAN PEDAGANG
PICU PROTES DAN PENOLAKAN WARGA SEKITAR


     Revitalisasi Pasar Cisalak, yang direncanakan pindah ke lahan milik TNI AU, Cimanggis, tidak melibatkan para pedagang setempat. Pasalnya, revitalisasi itu hanya membuat nota kesepahaman (MoU) antara Pemkot Depok Cq Dinas Koperasi, UMKM, Pasar (DKUP) dengan TNI AU.
     Astiah Winata, Ketua Serikat Pedagang Pasar Cisalak, mengungkapkan kekecewaannya terhadap Pemkot Depok lantaran kesepakatan yang dibuat dengan TNI AU tidak melibatkan para pedagang. “Sejak awal proses renovasi pasar kami tidak pernah dilibatkan. Memang pernah dilibatkan sekali, itupun bukan kepindahan ke Radar AURI,” ujarnya saat dihubungi wartawan, kemarin.
     Hal senada diungkap kalangan DPRD Depok. Katanya, para pedagang pernah beraudiensi dan mengungkap kekecewaan mereka terhadap Pemkot Depok Cq DKUP yang mengabaikan para pedagang. “Kami akan berkoordinasi dengan Pemkot Depok Cq DKUP dan Dinas Tata Ruang Pemukiman (Distarkim) mencari solusi permasalahan Pasar Cisalak,” ujar ketua DPRD Hendrik Tangke Allo kepada wartawan. 
     Menanggapi ini, Walikota Nur Mahmudi Ismail mengakui telah menandatangani MoU dengan TNI AU yang berlaku selama dua tahun dalam pemanfaatan lahan TNI AU di daerah Radar Auri Kelurahan Mekarsari, Cimanggis.  Penandatanganan itu berlangsung di Ruang Bougenville Balaikota Depok.

     Di sisi lain, DINAS Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Depok terus berupaya agar warga sekitar Pasar Cisalak menerima dan tak menolak pengerjaan proyek pemagaran diarea Pasar Cisalak termasuk memagar di sepanjang akses jalan dari dan menuju pasar.
Kepala Disdagin Kota Depok, Kania Parwati menuturkan saat ini proyek pemagaran dihentikan sementara karena adanya insiden pengusiran pekerja proyek oleh warga beberapa waktu lalu.
     Sebab pengerjaan pemagaran tembok, sudah mulai masuk ke sepanjang jalan di depan deretan rumah dan tempat usaha warga. Yakni di Jalan Gadog dan Jalan Uhan di RW 6, Kelurahan  Cisalak Pasar, Cimanggis, Kota Depok. Artinya di depan rumah warga nantinya akan berdiri tembok setinggi 2,10 meter, yang otomatis menutup akses masuk ke rumah dan tempat usaha warga. Hal inilah yang membuat sebanyak 103 warga pemilik sertifikat tanah di Jalan Gadog dan Jalan Uhan menolak pemagaran. Sebab mereka menilai bahwa jalan di depan rumah dan tempat usaha mereka yang juga akses jalan pasar adalah jalan umum dan fasilitas umum.
     Sementara Pemkot Depok mengklaim dua ruas jalan akses keluar masuk pasar itu adalah lahan aset milik Pemkot Depok seperti halnya lahan dimana bangunan atau gedung Pasar Cisalak berdiri.
     Apalagi kata Kania, proyek senilai Rp 1,5 Miliar lebih, yang terhenti itu terancam tidak selesai sesuai batas waktu yang disepakati dalam kontrak yakni 20 Desember 2018. Sehingga katanya pembatalan proyek atau tidak bukan berdasarkan ada tidaknya penolakan warga tetapi berdasar ketentuan dan peraturan. Meski begitu kata dia, pihaknya masih tetap berupaya mendekati warga yang menolak proyek pemagaran itu dengan merencanakan pertemuan kembali dengan warga.
     Pasar tertua di Depok berlokasi Jalan Raya Bogor KM 32 seluas 1,8Ha dan akan dijadikan contoh perpaduan pasar tradisional dan modern, yang menampung 1.500-an pedagang  ini, musnah terbakar pada 2013. Pembangunan yang dimulai Maret 2015 dibiayai APBD senilai Rp114 miliar dengan lelang konsultan manajemen Rp2,4 miliar serta analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) Rp451 juta.




Permasalahan
Adanya program revitalisasi pembangunan di Pasar Cisalak ini tidak secara langsung melibatkan pedagang yang berjualan di sekitar Pasar Cisalak itu sendiri, dimana pedagang merasa punya andil untuk ikut dalam kegiatan tersebut, ditambah lagi dengan adanya pemagaran meluas disekitar bangunan yang sedang dibangun juga menjadi sumber penolakan dari warga sekitar karena telah memakan lahan milik warga dan juga menghalangi sudut pandang warga untuk melihat proses pembangunan Pasar Cisalak tersebut. Protes dan penolakan terjadi juga memicu amarah warga sehingga mengusir beberapa pekerja yang membangun Pasar Cisalak disana.

Tanggapan Pengkritik
Astiah Winata, Ketua Serikat Pedagang Pasar Cisalak, mengungkapkan kekecewaannya terhadap Pemkot Depok lantaran kesepakatan yang dibuat dengan TNI AU tidak melibatkan para pedagang. “Sejak awal proses renovasi pasar kami tidak pernah dilibatkan. Memang pernah dilibatkan sekali, itupun bukan kepindahan ke Radar AURI,” ujarnya saat dihubungi wartawan, kemarin.

Hal senada diungkap kalangan DPRD Depok. Katanya, para pedagang pernah beraudiensi dan mengungkap kekecewaan mereka terhadap Pemkot Depok Cq DKUP yang mengabaikan para pedagang. “Kami akan berkoordinasi dengan Pemkot Depok Cq DKUP dan Dinas Tata Ruang Pemukiman (Distarkim) mencari solusi permasalahan Pasar Cisalak,” ujar ketua DPRD Hendrik Tangke Allo kepada wartawan.  

Tanggapan Penulis
Adanya program revitalisasi Pasar Cisalak seharusnya bisa menjadi solusi utama dalam mengatasi ketidakaturan dari para pedagang yang berjualan, yang bersangkutan dalam program ini termasuk Pemkot Depok seharusnya bisa bersosialisasi dan berdiskusi sejak awal pembangunan Pasar Cisalak ini, terlebih lagi lahan tersebut sudah lama dimiliki juga oleh pedagang maupun warga sekitar yang selayaknya mengetahui dan bisa bekerjasama dalam pembangunan Pasar Cisalak tersebut. Transparasi segala bentuk kegiatan, mulai dari perijinan, sosialisasi solusi, hingga pendanaan juga sangat perlu bagi warga sekitar guna menghindari penolakan dan protes keras dari pedagang maupun warga yang ada disana.

Sumber : tribunnews.com ; poskotanews.com

Sabtu, 12 Oktober 2019

Kritik Arsitektur Mengenai Menara Pandang, Tanggerang Selatan.

MANGKRAKNYA PEMBANGUNAN GEDUNG TITIK NOL KOTA TANGGERANG SELATAN, MENARA PANDANG DIKRITIK OLEH SEGELINTIR KALANGAN MASYARAKAT

     Rencana pemerintahan kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel) membangun gedung atau menara titik nol Kota Tangsel disamping masjid Al I’thisom, Jl. Raya Maruga, Kel. Seru, Ciputat menuai banyak protes dan pertanyaan dari segelintir kalangan masyarakat. Proyek pembangunan gedung Menara Pandang di kawasan Puspemkot Tangerang Selatan (Tangsel) ini menghabiskan biaya Rp 17 Miliar. Ia menjelaskan, kucuran dana kas daerah sebesar Rp 17 Miliar ini belum termasuk untuk pengadaan furniture.
     Peneliti Tangerang Public Transparency Watch Aan Dirga mengatakan, pembangunan menara yang nantinya akan menjadi objek untuk galeri pameran dan usaha kecil menengah (UKM) itu dikerjakan sejak 2017 silam. Pada tahun 2020 mendatang juga Kota Tangsel akan menjadi tuan rumah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia, namun ketika disinggung saat Apeksi 2020 dipastikan proyek pembangunan gedung Menara Pandang dipastikan tidak mungkin rampung sepenuhnya.
     Sementara itu, Kepala Dinas Bangunan dan Penataan Ruang (DBPR) Kota Tangsel Hendri Sumawijaya, mengatakan bangunan setinggi 70 meter nantinya akan menjadi menara pandang atau titik nol Kota Tangsel yang dapat melihat seluruh wilayah kota yang memiliki 7 kecamatan. Ia juga menyatakan pembangunan menara itu dipastikan tidak akan dilanjutkan pada tahun ini karena buruknya perencanaan pembangunan. Ia pun mengungkap alasannya bahwa kontraktor pelaksana pembangunan terkena denda. Sebab dalam pelaksanaannya terjadi keterlambatan. Dirinya menerangkan pada pekerjaan tahap kedua pihak ketiga masih melaksanakan pekerjaan hingga Juni 2019 kemarin. Hal itu menyebabkan kontraktor diganjar pinalti sebesar Rp 500 juta karena melewati batas kontrak pekerjaan. Oleh karena itu pada Tahun Anggaran 2019 ini diputuskan pekerjaan tidak dilanjutkan.
     Di lain pihak, kelompok mahasiswa dari Sekolah Anti Korupsi (Sakti) dan Ikatan Alumni Sekolah Anti Korupsi (Ikasakti) Tangerang, mempertanyakan urgensi pembangunan menara setinggi 70 meter itu.
Aan Widyajunianto, koordinator Ikasakti, mengaku heran terhadap pemerintah kota yang lebih memilih membangun menara dari pada memperbaiki pelayanan lain yang lebih pokok. Ia juga menyebut parahnya pengelolaan sampah dina Pasar Serpong yang menurutnya lebih penting mendapat perhatian dari pada membangun menara.


PERMASALAHAN YANG ADA :
1. Dimulai dari dana yang cukup besar, yaitu Rp 17 Miliar yang tidak bisa dimaksimalkan oleh kontraktor dan pengelola proyek.
2. Manejemen Proyek yang buruk, keterlambatan dalam pengerjaan menyebabkan mangkraknya pelaksanaan pada proyek ini.
3. Denda Rp 500 Juta yang diajukan menambah beban pengeluaran proyek ini, dimana dikarenakan sang kontraktor tidak menaati peraturan yang diberikan.


TANGGAPAN PENGKRITIK : 
Kritik dari segelintir kalangan masyarakat yang menilai kurang maksimalnya fungsional dibangunnya menara ini. Masyarakat juga mempertanyaan urgensi pembangunan menara ini karena pemerintah lebih memilih membangun menara daripada memperbaiki pelayanan sarana dan pra sarana maupun pengelolaan sampah yang juga perlu diperhatikan.


PENDAPAT PRIBADI / KRITIK : 
Seharusnya pihak kontraktor bisa mengatur segala macam aspek yang menjadi keuntungan maupun kerugian dari pembangunan proyek ini. Manejemen proyek yang terorganisir dengan baik juga perlu diberlakukan, misalnya dalam proses sosialisasi dengan warga sekitar harus mendapatkan persetujuan yang baik, juga dalam menentukan alat dan bahan yang memang diperlukan, dan target pekerjaan yang harus bisa sesuai dengan yang telah ditentukan. Pengeluaran juga harus bisa diatur dan dicatat dengan baik, guna meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan. Menegakkan aturan dan peraturan yang ada juga harus diberlakukan oleh kontraktor maupun pengelola, agar segala pekerjaan berjalan dengan baik.


Sumber : tribunnews.com 

Kritik Arsitektur, Kritik Normatif Revitalisasi dan Renovasi Pasar Cisalak

PEMKOT PAGARI PASAR CISALAK, RENOVASI TAK LIBATKAN PEDAGANG PICU PROTES DAN PENOLAKAN WARGA SEKITAR      Revitalisasi Pasar Cis...